TEORI BELAJAR MATEMATIKA
(Bagian I)
BBM
3
Pendahuluan
Penguasaan
teori belajar merupakan salah satu faktor pendukung keberhasilan pengajaran
matematika.Oleh karena itu, seorang guru maupun calon guru perlu memperoleh
wawasan tentang teori belajar dan dapat menerapkannya dalam pelaksanaan
pembelajaran di dalam kelas.Teori belajar ialah teori yang bercerita tentang
kesiapan siswa untuk belajar sesuatu. Atau uraian tentang kesiapdidikan siswa
untuk menerima sesuatu (Ruseffendi, 1990 : 15). Jadi pada prinsipnya teori
belajar itu berisi tentang apa yang terjadi dan apa yang diharapkan terjadi
pada mental anak yang dapat dilakukan pada usia (tahap perkembangan mental)
tertentu. Maksudnya kesiapan anak untuk bisa dapat belajar.
Secara
umum BBM 3 ini menjelaskan tentang teori belajar. Teori-teori belajar yang akan
dibahas dalam modul ini adalah teori belajar aliran psikologi tingkah laku (behaviorisme)
dan aliran psikologi kognitif
Untuk
dapat memahami materi pada.BBM 3 ini tidak ada persyaratan khusus yang harus
dikusai, namun untuk memudahkan Anda dalam mempelajarinya sebaiknya Anda telah
memahami karakteristik anak sekolah dasar dan hakikat pendidikan matematika.
Selain itu pengalaman Anda dalam mengajar matematika di SD akan sangat membantu
Anda mempermudah pemahaman materi dalam BBM ini sehingga akan menambah wawasan
dalam pembelajaran matematika di SD
Setelah
mempelajari BBM ini, secara khusus Anda diharapkan dapat :
1.
Menjelaskan tentang teori belajar yang dikemukakan Thorndike dan dapat menerapkannya
dalam pengajaran Matematika di Sekolah Dasar (SD).
2.
Menjelaskan tentang teori belajar yang dikemukakan Pavlov dan dapat
menerapkannya dalam pengajaran Matematika di Sekolah Dasar (SD).
3.
Menjelaskan tentang teori belajar yang dikemukakan Baruda dan dapat
menerapkannya dalam pengajaran Matematika di Sekolah Dasar (SD).
4.
Menjelaskan tentang teori belajar yang dikemukakan Skiner dan dapat
menerapkannya dalam pengajaran Matematika di Sekolah Dasar (SD).
5.
Menjelaskan tentang teori belajar yang dikemukakan Ausubel dan dapat
menerapkannya dalam pengajaran Matematika di Sekolah Dasar (SD).
6.
Menjelaskan tentang teori belajar yang dikemukakan Gagne dan dapat
menerapkannya dalam pengajaran Matematika di Sekolah Dasar (SD).
7.
Menjelaskan tentang teori belajar yang dikemukakan Piaget dan dapat
menerapkannya dalam pengajaran Matematika di Sekolah Dasar (SD).
3.1
8.
Menjelaskan tentang teori belajar yang dikemukakan Bruner dan dapat
menerapkannya dalam pengajaran Matematika di Sekolah Dasar (SD).
9.
Menjelaskan tentang teori belajar yang dikemukakan Brownell dan dapat
menerapkannya dalam pengajaran Matematika di Sekolah Dasar (SD).
10.
Menjelaskan tentang teori belajar yang dikemukakan Dieness dan dapat
menerapkannya dalam pengajaran Matematika di Sekolah Dasar (SD).
11.
Menjelaskan tentang teori belajar yang dikemukakan Van Hiele dan dapat
menerapkannya dalam pengajaran Matematika di Sekolah Dasar (SD).
Untuk
membantu Anda mencapai tujuan tersebut. BBM ini diorganisasikan menjadi dua
Kegiatan Belajar (KB) sebagai berikut :
KB I : Teori belajar aliran Psikologi Tingkah Laku yang terdiri dari
teori belajar Throndike, Pavlov, Baruda, Skinner, Ausubel, dan Gagne.
KB II : Teori belajar aliran Psikologi Kognitif yang terdiri dari,
Piaget, Bruner, Brownell, Dienes dan Van Hiele.
Untuk
membantu Anda dalam mempelajari BBM ini, ada baiknya Anda diperhatikan beberapa
petunjuk belajar berikut ini :
1.
Bacalah dengan cermat bagian pendahuluan ini sampai Anda memahami secara
tuntas tentang apa, untuk apa, dan bagaimana mempelajari bahan belajar ini.
2.
Baca sepintas bagian demi bagian dan temukan kata-kata kunci dari
kata-kata yang dianggap baru. Carilah dan baca pengertian kata-kata kunci
tersebut dalam kamus yang Anda miliki.
3.
Tangkaplah pengertian demi pengertian melalui pemahaman sendiri dan
tukar pikiran dengan mahasiswa lain atau dengan dosen Anda.
4.
untuk memperluas wawasan, baca dan pelajari sumber-sumber lain yang
relevan. Anda dapat menemukan bacaan dari berbagai sumber, termasuk dari
internet.
5.
Mantapkan pemahaman Anda dengan mengerjakan latihan dan melalui kegiatan
diskusi dengan mahasiswa lainnya atau teman sejawat.
6.
Jangan dilewatkan untuk mencoba menjawab soal-soal yang dituliskan pada
setiap akhir kegiatan belajar. Hal ini berguna untuk mengetahui apakah Anda
sudah memahami dengan benar kandungan bahan belajar Kegiatan Belajar
KegiatanBelajar 1
ALIRAN
PSIKOLOGI TINGKAH LAKU
(Teori
Belajar Thorndike, Pavlov, Baruda, Skiner,
Ausubel
dan Gagne)
PENGANTAR
Aliran
tingkah laku (behaviorisme) berkesimpulan bahwa studi tentang belajar itu harus
berdasarkan kepada pengamatan tingkah laku manusia yang nampak, sebab menurut
teori ini manusia itu adalah organisme pasif yang bisa dikontrol, dan tingkah
laku manusia itu bisa dibentuk melalui ganjaran dan hukuman.
Tokoh-tokoh
dari aliran tingkah laku ini diantaranya Thorndike, Pavlov, Baruda, Skiner,
Gagne, Ausubel.
URAIAN
MATERI
A. TEORI BELAJAR THORNDIKE
Edward L. Thorndike (1874 – 1949) mengemukakan bahw a belajar adalah
proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus yaitu apa saja yang dapat
merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal –
hal yang dapat ditangkap melalui alat in dera. Sedangkan respon adalah reaksi
yang dimunculkan siswa ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, persaan
atau gerakan ( tindakan ). Dari definisi belajar tersebut maka menurut
Thorndike perubahan atau tingkah laku akibat kegitan belajar itu dapat berujud
kongkrit yaitu dapat diamati.
Teori belajar stimulus respon yang dikemukakan oleh Thorndike ini
disebut juga Koneksionisme. Teori ini menyatakan bahwa pada hakikatnya
belajar merupakan proses pembentukan hubungan antara stimulus dan respon.
Terdapat beberapa dalil atau hukum yang dikemukakan Thorndike, yang
mengakibatkan munculnya stimulus respon ini, yaitu hukum kesiapan (law
ofreadiness), hukum latihan (law of exsercise) dan hukum akibat (law
of effect).
1. Hukum Kesiapan ( law of readiness )
Hukum ini menerangkan bagaimana kesiapan seseorang siswa dalam melakukan
suatu kegiatan. Seorang siswa yang mempunyai kecenderungan untuk bertindak atau
melakukan kegiatan tertentu dan kemudian dia benar melakukan kegiatan tersebut,
maka tindakannya akan melahirkan kepuasan bagi dirinya.
Seorang siswa yang mempunyai kecenderungan untuk bertindak dan kemudian
bertindak, sedangkan tindakannya itu mengakibatkan ketidakpuasan bagi dirinya,
akan selalu menghindarkan dirinya dari tindakan-tindakan yang melahirkan
ketidakpuasan tersebut.
Dari ciri-ciri di atas dapat disimpulkan bahwa seorang siswa akan lebih
berhasil belajarnya, jika ia telah siap untuk melakukan kegiatan belajar.
3.3
2. Hukum Latihan. ( law of ecexcise )
Menyatakan bahwa jika hubungan stimulus respon sering terjadi akibatnya
hubungan akan semakin kuat. Sedangkan makin jarang hubungan stimulus respon
dipergunakan, maka makin lemahlah hubungan yang terjadi.
Hukum latihan pada dasarnya mengungkapkan bahwa stimulus dan respon
memiliki hubungan satu sama lain secara kuat, jika proses pengulangan sering
terjadi, dan makin banyak kegiatan ini dilakukan maka hubungan yang terjadi
akan bersirfat otomatis. Seorang siswa dihadapkan pada suatu persoalan yang
sering ditemuinya akan segera melakukan tanggapan secara cepat sesuai dengan
pengalamannya pada waktu sebelumnya.
Kenyataan menunjukkan bahwa pengulangan yang akan memberikan dampak
positif adalah pengulangan yang frekuensinya teratur, bentuk pengulangannya
tidak membosankan dan kegiatannya disajikan dengan cara yang menarik.
Sebagai contoh untuk mengajarkan konsep pemetaan pada siswa, guru
menguji apakah siswa sudah benar-benar menguasai konsep pemetaan.Untuk itu guru
menanyakan apakah semua relasi yang diperlihatkannya itu termasuk pemetaan atau
tidak.Jika tidak, siswa diminta untuk menjelaskan alasan atau sebab-sebab
kriteria pemetaan tidak dipenuhi. Penguatan konsep lewat cara ini dilakukan
dengan pengulangan. Namun tidak berarti bahwa pengulangan dilakukan dengan
bentuk pernyataan dan informasi yang sama, melainkan dalam bentuk informasi
yang dimodifikasi, sehingga siswa tidak merasa bosan.
3. Hukum Akibat.( law of effect)
Thorndike mengemukakan bahwa suatu tindakan akan menimbulkan pengaruh
bagi tindakan yang serupa. Ini memberikan gambaran bahwa jika suatu tindakan
yang dilakukan seorang siswa menimbulkan hal-hal yang mengakibatkan bagi
dirinya, tindakan tersebut cenderung akan diulanginya. Sebaliknya tiap-tiap
tindakan yang mengakibatkan kekecewaan atau hal-hal yang tidak menyenangkan,
cenderung akan dihindarinya. Dilihat dari ciri-cirinya ini hukum akibat lebih
mendekati ganjaran dan hukuman.
Dari hukum akibat ini dapat disimpulkan bahwa kepuasan yang terlahir
dari adanya ganjaran dari guru akan memberikan kepuasan dari siswa, dan
cenderung untuk berusaha melakukan atau meningkatkan apa yang telah dicapainya
itu. Guru memberi senyuman wajar terhadap jawaban siswa, akan semakin
menguatkan konsep yang tertanam pada diri siswa. Katakan “Bagus”, “Hebat”, “Kau
sangat teliti ”, dan semacamnya akan merupakan hadiah bagi siswa yang kelak
akan meningkatkan dirinya dalam menguasai pelajaran. Stimulus ini termasuk reinforcement.
Sebaliknya guru juga harus tanggap terhadap respon siswa yang salah.
Jika kekeliruan siswa dibiarkan tanpa penjelasan yang benar dari
3.4
guru,
ada kemungkinan siswa akan menganggap benar dan kemudian mengulanginya. Siswa
yang menyelesaikan tugas atau pekerjaan rumah, namun hasil kerjanya itu tidak
diperiksa oleh gurunya, ada kemungkinan beranggapan bahwa jawaban yang dia
berikan adalah benar. Anggapan ini akan mengakibatkan jawaban yang tetap salah
di saat siswa mengikuti tes.
Demikian pula siswa yang telah mengikuti ulangan dan mendapat nilai
jelek, perlu diberitahukan kekeliruan yang dilakukannya pada saat siswa diberi
tes berulang, namun hasilnya tetap buruk.Ada kemungkinan konsep yang
dipegangnya itu dianggap sebagai jawaban yang benar. Penguatan seperti ini akan
sangat merugikan siswa. oleh karena itu perlu dihilangkan.
Dari hukum akibat ini dapat disimpulkan bahwa jika terdapat asosiasi
yang kuat antara pertanyaan dan jawaban, maka bahan yang disajikan akan
tertanam lebih lama dalam ingatan siswa. selain itu banyaknya pengulangan akan
sangat menentukan lamanya konsep diingat siswa. Makin sering pengulangan
dilakukan akan semakin kuat konsep tertanam dalam ingatan siswa.
B. TEORI BELAJAR PAVLOV
Pavlov adalah seorang ilmuwan berkebangsaan Rusia.Ia terkenal dengan
teori belajar klasiknya dan seorang penganut aliran tingkah laku (Behaviorisme)
yaitu aliran yang berpendapat, bahwa hasil belajar manusia itu didasarkan
kepada pengamatan tingkah laku manusia yang terlihat melalui stimulus respons
dan belajar bersyarat (Conditioning Learning). Menurut aliran ini
tingkah laku manusia termasuk organisme pasif yang bisa dikendalikan. Tingkah
laku manusia bisa dikendalikan dengan cara memberi ganjaran dan hukuman.
Pavlov mengadakan penelitian terhadap perilaku anjing yaitu mempelajari
proses pencernaan pada anjing, lalu mengamati anjing bila melihat makanan maka
akan keluar air liurnya. Dalam penelitiannya anjing dikurung dalam suatu
kandang selanjutnya setiap akan memberi makan, Pavlov membunyikan bel. Ia memperhatikan
bahwa setiap dibunyikan bel pada jangka waktu tertentu anjing itu mengeluarkan
air liurnya. Akhirnya dicoba dibunyikan bel itu tetapi tanpa diberi
makanan.Ternyata anjing itu tetap mengeluarkan air liurnya.Dalam percobaan itu
makanan atau bunyi bel jadi perangsang atau stimulus bagi keluarnya air liur
anjing atau yang menimbulkan selera anjing untuk makan.Makanan disebut stimulus
tak bersyarat, karena terjadinya secara wajar, sedangkan bunyi bel disebut
stimulus bersyarat.
Pavlov mengemukakan konsep pembiasaan (conditioning) dalam
hubungannya dengan kegiatan belajar mengajar, misalnya agar siswa mengerjakan
soal PR dengan baik, biasakanlah dengan memeriksanya atau memberi nilaiterhadaphasilpekerjaannya
C. TEORI BELAJAR ALBERT BARUDA
Albert Baruda merupakan tokoh Aliran Tingkah Laku.Ia terkenal dengan
belajar menirunya. Baruda menyangkal pendapat Skinner yang mengatakan bahwa
respon yang diberikan siswa yang disertai penguatan itu selalu esensial.Hal
tersebut berdasarkan penelitian yang telah dilakukannya dan penelitian
teman-temannya.
Baruda mengemukakan bahwa siswa belajar itu melalui meniru hal-hal yang
dilakukan oleh orang lain, terutama guru. Jika tulisan guru baik, guru bicara
sopan santun dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar, tingkah laku yang
terpuji, menerangkan dengan jelas dan sistematik maka siswa akan menirunya.
Demikian pula jika contoh-contoh yang dilihatnya kurang baik ia pun akan
menirunya.
D. TEORI BELAJAR MENURUT SKINNER
Dalam bagian ini akan diuraikan teori belajar menurut Skinner. Burrhus
Frederic Skinner menyatakan bahwa ganjaran atau penguatan mempunyai peranan
yang amat penting dalam proses belajar.
Terdapat perbedaan antara ganjaran dan penguatan.Ganjaran merupakan respon
yang sifatnya menggembirakan dan merupakan tingkah laku yang sifatnya
subyektif, sedangkan penguatan merupakan suatu yang mengakibatkan meningkatnya
kemungkinan suatu respon dan lebih mengarah kepada hal-hal yang sifatnya dapat
diamati dan diukur.
Teori Skinner menyatakan penguatan terdiri atas penguatan positif dan
penguatan negatif.Penguatan dapat dianggap sebagai stimulus positif, jika
penguatan tersebut seiring dengan meningkatnya perilaku siswa dalam melakukan
pengulangan perilakunya itu.Dalam hal ini penguatan yang diberikan kepada siswa
memperkuat tindakan siswa, sehingga siswa semakin sering melakukannya.Contoh
penguatan positif diantaranya adalah pujian yang diberikan kepada siswa, sikap
guru yang menunjukkan rasa gembira pada saat siswa bisa menjawab dengan benar.
Penguatan positif akan berbekas pada diri siswa. Mereka yang mendapat
pujian setelah berhasil menyeleaikan tugas atau menjawab pertanyaan dengan
benar biasanya akan berusaha memenuhi tugas berikutnya dengan penuh semangat.
Penguatan yang berbentuk hadiah atau pujian akan memotivasi siswa untuk rajin
belajar dan mempertahankan prestasinya. Penguatan yang seperti ini sebaiknya
segera diberikan dan jangan ditunda-tunda.
Penguatan negatif adalah bentuk stimulus yang lahir akibat dari fespon
sisw yang kurang atau tidak diharapkan.Penguatan negative diberikan agar respon
yang tidak diharapkan atau tidak menunjang pada pelajaran tidak diulangi
siswa.Penguatan negatif itu dapat berupa teguran, peringatan atau sangsi. Namun
untuk mengubah tingkah laku siswa dari negatif menjadi positif guru perlu
mengetahui psikologi yang dapat digunakan untuk memperkirakan (memprediksi)
dalam mengendalikan tingkah laku siswa.Di dalam kelas guru mempunyai tugas
untuk mengarahkan siswa dalam aktivitas
3.6
belajar,
karena pada saat tersebut kontrol berada pada guru, yang berwenang memberikan
instruksi ataupun larangan pada siswanya.
E. TEORI AUSUBEL
Ausubel terkenal dengan teori belajar bermaknanya. Menurut Ausubel
(Hudoyo, 1998:62) bahan pelajaran yang dipelajari haruslah “ bermakana”
artinya bahan pelajaran itu harus cocok dengan kemampuan siswa dan harus
relevan dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa. Oleh karena itu,
pelajaran harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah dimiliki siswa,
sehingga konsep-konsep baru tersebut benar-benar terserap olehnya.Dengan
demikian faktor intelektual, emosional siswa tersebut terlibat dalam kegiatan
pembelajaran.
Ausubel membedakan antara belajar menemukan dengan belajar menerima.Pada
belajar menemukan, konsep dicari/ditemukan oleh siswa.Sedangkan pada belejar
menerima siswa hanya menerima konsep atau materi dari guru, dengan demikian
siswa tinggal menghapalkannya.Selain itu Ausubel juga membedakan antara brelajar
menghafal dengan belajar bermakna. Pada belajar menghafal, siswa menghafalkan
materi yang sudah diperolehnya tetapi pada belajar bermakna, materi yang telah
diperoleh itu dikembangkan dengan keadaan lain sehingga belajarnya lebih bisa
dimengerti.
Ausubel menentang pendapat yang mengatakan bahwa metode penemuan
dianggap sebagai suatu metode mengajar yang baik karena bermakna, dan
sebaliknya metode ceramah adalah metode yang kurang baik karena merupakan
belajar menerima.Menurutnya baik metode penemuan maupun metode ceramah bisa
menjadi belajar menerima atau belajar bermakna, tergantung dari situasinya.
F. TEORI GAGNE
Menurut Gagne, dalam belajar matematika ada dua objek yang dapat
diperoleh siswa, yaitu objek langsung dan objek tak langsung. Objek tak
langsung antara lain kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah, belajar
mandiri, bersikap positif terhadap matematika, dan tahu bagaimana semestinya
belajar. Sedangkan objek langsung berupa fakta, keterampilan, konsep, dan
aturan.
Fakta adalah objek matematika yang tinggal menerimanya, seperti lambang
bilangan sudut, dan notasi-notasi matematika lainnya.Keterampilan berupa
kemampuan memberikan jawaban dengan tepat dan cepat, misalnya melakukan
pembagian bilangan yang cukup besar dengan bagi kurung, menjumlahkan pecahan,
melukis sumbu sebuah ruas garis.Konsep ide abstrak yang memungkinkan kita dapat
mengelompokkan objek ke dalam contoh dan non contoh.Misalkan, konsep
bujursangkar, bilangan prima, himpunan, dan vektor.Aturan ialah objek paling
abstrak yang berupa sifat atau teorema.
Menurut Gagne, belajar dapat dikelompokkan menjadi 8 tipe, yaitu belajar
isyarat, stimulus respon, rangkaian gerak, rangkaian verbal, membedakan,
pembentukan konsep, pembentukan aturan, dan pemecahan
3.7
masalah. Kedelapan tipe
belajar itu terurut menurut kesukarannya dari belajar isyarat sampai ke belajar
pemecahan masalah.
Belajar
isyarat ialah belajar yang tingkatnya paling rendah, karena tidak ada niat atau
spontanitas.Contohnya menyenangi atau menghindari pelajaran karena akibat
perilaku gurunya.Stimulus-respon merupakan kondisi belajar yang ada niat
diniati dan responnya jasmaniah.Misalnya siswa meniru tulisan guru di papan
tulis.Rangkaian gerak adalah perbuatan jasmaniah, terurut dari dua kegiatan
atau lebih dalam rangka stimulus-respon.Rangkaian verbal adalah perbuatan lisan
terurut dari dua kegiatan atau lebih dalam rangka stimulus-respon.Contohnya
adalah mengemukakan pendapat, menjawab pertanyaan guru secara lisan.Belajar
membedakan adalah belajar memisah-misah rangkaian yang bervariasi.Pembentukan
konsep disebut juga tipe belajar pengelompokkan, yaitu belajar melihat sifat
bersama benda-benda konkrit atau peristiwa untuk dijadikan suatu kelompok.Dalam
hal tertentu tipe belajar yang mengharapkan siswa untuk mampu memeberikan
respon terhadap stimulus dengan segala macam perbuatan.Kemampuan disini
terutama adalah kemampuan menggunakannya.Misalnya pemahaman terhadap rumus
kuadratis dan menggunakannya dalam menyelesaikan persamaan kuadrat.Belajar
pemecahan masalah adalah tipe belajar yang paling tinggi karena lebih kompleks
dalam pembentukan aturan.
Dalam
pemecahan masalah, biasanya ada lima langkah yang harus dilakukan, yaitu :
a.
Menyajikan masalah dalam bentuk yang lebih jelas;
b.
Menyatakan masalah dalam bentuk yang lebih operasional;
c.
Menyusun hipotesis-hipotesis alternatif dan prosedur kerja yang
diperkirakan baik;
d.
Mengetes hipotesis dan melakukan kerja untuk memperoleh hasilnya;
e.
Mengecek kembali hasil yang sudah diperoleh.
Lebih
jauh Gagne mengemukakan bahwa hasil belajar harus didasarkan pada pengamatan
tingkah laku, melalui stimulus-respon dan belajar bersyarat.Alasannya adalah
bahwa manusia itu organisme pasif yang bisa dikontrol melalui imbalan dan
hukuman.
Robert
M. Gagne yakin bahwa belajar dapat ditingkatkan jika subtugas-subtugas yang
dibutuhkan untuk menuntaskan tugas-tugas yang lebih luas sudah secara jelas
diidentifikasi dan diurutkan. Agar lebih jelas, perhatikan diagram berikut
Kemampuan
a
|
|
b
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
c d e f g
Dalam
hal ini a dan b merupakan subtugas, sedangkan c, d, e, f, dan g merupakan
subtugas yang lebih kecil dari subtugas a dan b. Sebagai contoh, untuk
menjelaskan konsep atau tugas utama tentang perpangkatan, kita membutuhkan
subtugas konsep perkalian. Sedangkan konsep perkalian membutuhkan konsep
penambahan.Misalnya 32 = 3 x 3 = 3 + 3 + 3 = 9.
LATIHAN :
Untuk
mengetahui penguasaan Anda dalam materi di atas. Jawablah pertanyaan-pertanyaan
di bawah ini !
1.
Jelaskan apa yang dimaksud dengan hukum akibat (low of effect)
menurut Thorndike.
2.
Kapan siswa akan lebih berhasil dalam belajar jika dilihat dari
pandangan Thorndike dalam low of effect.
3.
Uraikan secara singkat tentang belajar meniru dari Albert Baruda !
4.
Skinner membedakan antara ganjaran dan penguatan. Jelaskan perbedaan
tersebut !
5.
Jelaskan bagaimana pengaruh penguatan terhadap hasil belajar menurut
Skinner !
KUNCI JAWABAN LATIHAN
1.
Hukum akibat (low of effect) menurut Thorndike yaitu bahwa
belajar akan lebih berhasil bila respon siswa terhadap suatu stimulus segera
diikuti dengan rasa senang dan kepuasan. Rasa senang ini bisa timbul sebagai
akibat siswa mendapat pujian atau ganjaran lainnya.
2.
Siswa dapat melihat secara langsung keteraturan tersebut dengan
mengamati sifat-sifat yang ada pada benda tersebut. Misalnya, siswa daapt
mengetahui keistimewaan kubus, yakni semua sisinya kongruen, semua rusuknya ada
12 dan titik sudutnya ada 4.
3.
Pengertian meniru menurut Albert Baruda bukan berarti menyontek, tapi
meniru hal-hal yang dilakukan orang lain (seorang anak belajar karena orang
lain juga belajar), terutama dari gurunya.
4.
Skinner membedakan antara ganjaran dan penguatan ganjaran adalah respon
yang sifatnya menggembirakan dan merupakan tingkah laku yang sifatnya
subyektif, sedangkan penguatan merupakan suatu yang mengakibatkan meningkatkna
suatu respon dan lebih mengarah kepada hal-hal yang sifatnya dapat diamati dan
diukur.
5.
Penguatan mempunyai peranan yang sangat penting dalam meningkatkan
proses belajar karena penguatan mendorong diulangnya tindakan tertentu.
Ketelitian dan keuletan siswa misalnya, jika mendapat pujian atau hadiah dari
gurunya, cenderung akan diulangi siswa. demikian pula keberhasilan siswa dalam
memecahkan soal-soal yang mendapat penghargaan dari temannya akan cenderung
meningkatkan usaha siswa itu.
RANGKUMAN
1.
Menurut Thorndike dasar terjadinya belajar adalah pembentukan hubungan
antara stimulus dan respon. Teori belajar stimulus respon yang dikemukakannya
disebut juga koneksionisme. Thorndike mengemukakan 3 hukum yang mengakibatkna
timbulnya stimulus respons yaitu :
3.10
(1)
Hukum kesiapan (low of readness)
(2)
Hukum latihan (law of exercise)
(3)
Hukum akibat (law of effect)
-
Hukum kesiapan menerangkan bagaimana kesiapan seorang siswa dalam
melakukan suatu kegiatan
-
Hukum latiahan pada dasarnya mengungkapkan bahwa stimulus dan respon
akan memiliki hubungan satu sama lain secara kuat jika proses pengulangan
sering terjadi.
-
Hukum akibat, menyatakan bahwa suatu tindakan akan mengimbulkan pengaruh
bagi tindakan yang serupa
2.
Pavlov terkenal dengan teori belajar klasik dan menurutnya sesuatu kalau
dilakukan secara terus menerus akan menjadi kebiasaan.
3.
Baruda terkenal dengan belajar menirunya, menurut Baruda seorang siswa
belajar karena melihat orang lain juga belajar, terutama yang ditiru itu adalah
gurunya.
4.
Skinner menyatakan bahwa ganjaran atau penguatan mempunyai peranan yang
penting dalam belajar. Ganjaran merupakan respon yang sifatnya menggembirakan
dan merupakan tingkah laku yang sifatnya subyektif, sedangkan penguatan
merupakan sesuatu yang mengakibatkan meningkatnya suatu respon dan lebih
mengarah kepada hal-hal yang sifatnya dapat diamati dan diukur.
5.
Ausubel terkenal dengan teori belajar bermakna, yaitu suatu proses
belajar di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang
sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar.
6.
Menurut Gagne, dalam belajar matematika ada dua objek yang dapat di
peroleh siswa, yaitu objek langsung dan tak langsung. Objek langsung adalah
berupa fakta, keterampilan, konsep dan aturan, sedangkan objek tak langsung
antara lain kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah, belajar mandiri,
bersikap positif terhadap matematika, dan tahu semestinya belajar. Belajar
menurut Gagne dikelompokkan menjadi 8 tipe, yaitu belajar bersyarat, stimulus
respon, rangkaian gerak, rangkaian verbal, membedakan, pembentukan konsep,
pembentukan aturandanpemecahanmasalah
TES FORMATIF I
Berikan tanda silang
pada jawaban yang menurut Anda paling benar !
1.
Dalam Law of effect yang dikemukankan oleh Thorndike diketahui bahwa
siswa akan lebih berhasil dalam belajar bila …
A.
Responnya terhadap stimulus tertentu segera diikuti dengan rasa senang
atau kepuasan intelektual.
B.
Siswa mendapat penjelasan tentang bagaimana hubungan antara sesuatu yang
sedang dijelaskan dengan objek atau konsep lain.
C.
Materi yang disajikan lebih menekankan pada pengertian dari pada
keterampilan atau latiahan mengasah otak.
D.
Siswa banyak di beri tugas yang sulit dan kompleks.
2.
Teori belajar stimulus-respon yang dikemukakan Thorndike disebut juga…
A.
Kontruksivisme
B.
Koneksionisme
C.
Law of effect
D.
Law of exercise
3.
Konsep dari Pavlov dapat diterapkan dalam pengajaran yaitu …
A.
Siswa dapat belajar dengan baik apabila siswa tersebut dibiasakan untuk
belajar.
B.
Siswa akan belajar apabila melihat orang lain belajar.
C.
Seseorang akan berhasil belajar apabila betul-betul siap untuk belajar.
D.
Suatu tindakan akan berpengaruh untuk kegiatan yang serupa.
4.
Albert Baruda merupakan tokoh aliran tingkah laku yang terkenal dengan…
A.
Koneksionisme
B.
Belajar bersyarat
C.
Belajar meniru
D.
Belajar klasik
5.
Menurut Skinner reinforsment adalah stimulus untuk ..
A.
Melupakan belajar
B.
Mematikan belajar
C.
Menghindarkan belajar
D.
Menguatkan belajar
6.
Penguatan dapat dianggap sebagai stimulus positif jika penguatan sebagai
berikut.
A.
Seiring dengan peningkatan perilaku siswa dalam melakukan pengulangan
perilaku.
B.
Seiring dengan berkurangnya perilaku siswa dalam melakukan pengulangan
perilaku.
C.
Seiring dengan meningkatnya prestasi siswa dalam menyelesaikan semua
tugas.
D.
Sejalan dengan menurunnya prestasi siswa dalam menyelesaikan semua tugas
sekolah.
7.
Menurut Ausubel, makna “ Meaningfull learning” adalah ….
A.
Pembelajaran yang dilakukan harus menghubungkan antara materi yang akan
dipelajari dengan pengalaman yang dimilikinya.
3.12
B.
Pembelajaran harus memiliki makna bagi siswa.
C.
Pembelajaran hendaknya bersifat struden centered.
D.
Pembelajaran menggunakan pendekatan yang manusiawi.
8.
Mana yang sesuai dengan pendapat Ausubel…
A.
Pada belajar menerima anak tidak diberikan bentuk akhir dari apa yang
diajarkan guru.
B.
Pada belajar penemuan, anak tidak diberitahu bentuk akhir dari apa yang
diajarkan guru.
C.
Metode penemuan dianggap sebagai metode yang baik sebab dengan belajar
penemuan anak belajar dengan bermakna.
D.
Dengan metode ceramah anak tidak mungkin dapat belajar secara bermakna.
9.
Menurut Gagne, belajar dapat dikelompokkan menjadi…
A.
Dua tipe belajar.
B.
Empat tipe belajar.
C.
Lima tipe belajar.
D.
Delapan tipe belajar.
10.
Tingkat belajar yang paling rendah menurut Gagne :
A.
Belajar stimulus respon
B.
Rangkaian verbal
C.
Belajar isyarat
D.
Pemecahan masalah.
BALIKAN DAN TINDAK
LANJUT
Cocokanlah
hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban Tes formatif I yang ada pada bagian
belakang modul ini.Hitunglah jawaban Anda yang benar, kemudian gunakan rumus di
bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi kegiatan
belajar 1.
Rumus :
Tingkat Penguasaan =
Jumlah Jawaban Anda yang benar / 10 x
100 %
Arti
Tingkat Penguasaan :
90%
|
-
100%
|
=
|
Baik Sekali
|
80%
|
-
89%
|
=
|
Baik
|
70%
|
-
79%
|
=
|
Cukup
|
|
- 69%
|
=
|
Kurang
|
Kalau
Anda mencapai tingkat penguasaan 80% ke atas, Anda dapat meneruskan dengan
kegiatan belajar 2, Bagus! Akan tetapi apabila tingkat penguasaan Anda masih di
bawah 80%, Anda harus mengulang kegiatan belajar 1, terutama bagian yang belum
anda kuasai.
3.13
Kegiatan Belajar 2
ALIRAN
PSIKOLOGI KOGNITIF
(Teori
Belajar Jean Peaget, Bruner, Brownell, Dienes, Van Hiele)
PENGANTAR
Anda
pasti sudah mengetahui bahwa aliran psikologi kognitif berbeda dengan aliran
psikologi tingkah laku.Menurut aliran psikologi kognitif bahwa anak belajar itu
harus disesuaikan dengan tahap perkembangan mentalnya. Artinya bila seorang
guru akan memberikan pengajaran harus disesuaikan dengan tahap–tahap
perkembangan tersebut. Menurut tokoh – tokoh aliran psikologi kognitif, seperti
: Jean Piaget, Bruner, Brownell, Dienes, dan Van Hiele, pembelajaran yang tidak
memperhatikan perkembangan mental siswa besar kemungkinan akan mengalami
kesulitan dalam menyerap materi yang disajikan, karena tidak sesuai dengan
tingkat kemampuannya.
URAIAN MATERI
A. TEORI BELAJAR JEAN PIAGET
Ahli teori belajar yang sangat berpengaruh adalah Jean Piaget. Dia
adalah ahli psikologi bangsa Swiss yang meyakini bahwa perkembangan mental
setiap pribadi anak melewati empat tahap, yaitu :
a.
Tahap Sensori Motor, dari lahir sampai umur sekitar 2 tahun,
b.
Tahap Pra Operasi, dari sekitar umur 2 tahun sampai dengan sekitar umur
7 tahun,
c.
Tahap Operasi Kongkrit, dari sekitar umur 7 tahun sampai dengan sekitar
umur 11 tahun,
d.
Tahap Operasi Formal, dari sekitar umur 11 tahun dan seterusnya.
Sebaran umur pada setiap tahap tersebut adalah rata-rata (sekitar) dan
mungkin pula terdapat perbedaan antara masyarakat yang satu dengan masyarakat
lainnya, antara individu yang satu dengan individu lainnya.
1. Tahap Sensori Motor (Sensory Motoric Stage)
Bagi anak yang berada pada tahap ini, pengalaman diperoleh melalui
perbuatan fisik (gerakan anggota tubuh) dan sensori (koordinasi alat indra).
Pada mulanya pengalaman itu bersatu dengan dirinya, ini berarti bahwa suatu
objek itu ada bila ada pada penglihatannya. Perkembangan selanjutnya ia mulai
berusaha untuk mencari objek yang asalnya terlihat kemudian menghilang dari
pandangannya, asal perpindahan terlihat. Akhir dari tahap ini ia mulai mencari
objek yang hilang bila benda tersebut tidak terlihat perpindahannya. Objek
mulai terpisah dari dirinya dan bersamaan dengan itu konsep objek dalam
struktur kognitifnya mulai matang.Ia mulai mampu untuk melambangkan objek fisik
ke dalam simbol misalnya mulai bisa berbicara meniru suara kendaraan.
3.14
2. Tahap Pra Operasi (Pre Operational Stage)
Tahap
ini adalah tahap persiapan untuk pengorganisasian operasi konkrit.Istilah
operasi yang digunakan oleh Piaget di sini adalah berupa tindakan-tindakan
kognitif, seperti mengklasifikasikan sekelompok objek (classifying),
menata letak benda-benda menurut urutan tertentu (seriation), dan
membilang (counting). Pada tahap ini pemikiran anak lebih banyak
berdasarkan pada pengalaman konkrit daripada pemikiran logis, sehingga jika ia
melihat obyek-obyek yang kelihatannya berbeda, maka ia mengatakannya berbeda
pula.
Contoh :
a)
Perlihatkan 5 (lima) buah kelereng yang sama besar di atas meja.
Kemudian ubahlah letak kelereng itu menjadi agak berjauhan. Apabila dinyatakan
kepada anak yang masih pada tahap ini. Ia akan menjawab kelereng yang letaknya
berjauhan lebih banyak.
Diubah
menjadi
Gambar
3.1
b)
Perlihatkan dua buah plastisin (lilin lunak/malam) berbentuk bola.
Kemudian ubahlah (sambil diperhatikan) menjadi bentuk pipih sehingga tampak
lebih besar. Apabila ditanyakan mana yang lebih banyak plastisin itu. Ia akan
menjawab plastisin yang bentuknya pipih.Anak berpendapat plstisin A sama dengan
plastisin B,tetapi plastisin C tidak sama dengan plastisin D.
A
|
C
|
|
B
|
D
|
|
Gambar
3.2
|
|
|
|
|
c)
Perlihatkan kepada anak dua bejana dari gelas yang bentuk dan ukurannya
sama dengan dua bejana lainnya berbeda ukurannya. Kemudian kedua bejana gelas
yang sama tadi kita isi dengan cairan berwarna sama banyak. Sambil
diperlihatkan kepada siswa cairan pada kedua gelas yang sama tadi masing-masing
dipindahkan pada kedua gelas yang berbeda. Setelah semuanya dipindahkan lalu
tanyakan
3.15
apakah
kedua cairan tersebut sama banyak. Anak pada tahap perkembangan pra operasi
akan menjawab kedua cairan itu berbeda.
A
|
C
|
Dipindahkan
menjadi
B
|
|
Dipindahkan
menjadi
|
D
|
|
|
|
|
|
|||
|
|
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Banyak
cairan bejana C dan D tidak sama
Gambar
3
d)
Dua utas tali sama panjang diletakkan di atas meja, kemudian
rentangannya diubah. Hasilnya, anak-anak akan mengatakan bahwa kedua tali
tersebut menjadi berbeda panjangnya.
c
a diubah menjadi
b diubah menjadi d
Gambar
3.4
Anak berpendapat panjang
tali a sama dengan panjang tali b, tetapi panjang tali c tidak sama panjang
dengan tali d.
e)
Apabila anak dihadapkan pada suatu daerah bidang datar (terbuat dari
kertas berwarna-warni) yang menyatakan luas, kemudian kertas itu
dipotong-potong dikumpulkan kembali dengan susunan yang berbeda seperti tampak
pada gambar di sampingnya. Anak tersebut mengatakan bahwa luas gambar sebelah
kanan lebih besar dari asalnya.
diubah
menjadi
Gambar
3.5
3.16
Dari contoh-contoh di atas, tampak bahwa anak masih berada pada tahap
pra operasional belum memahami konsep kekekalan (conservation), yaitu
kekekalan banyak, kekekalan materi, kekekalan volum, kekekalan panjang, dan
kekekalan luas. Selain dari itu, ciri-ciri anak pada tahap ini belum memahami
operasi yang sifatnya reversible, belum dapat memikirkan dua aspek atau
lebih secara bersamaan, belum memahami operasi transformasi (Piaget, 1972 :
39).
3. Tahap Operasi Konkrit (Concrete Operation Stage)
Anak-anak yang berada pada tahap ini umumnya sudah berada di Sekolah
Dasar, sehingga sudah semestinya guru-guru SD / calon guru-guru SD mengetahui
benar kondisi anak pada tahap ini dan kemampuan apa yang belum dimilikinya.
Umumnya anak-anak pada tahap ini telah memahami operasi logis dengan
bantuan benda-benda konkrit.Kemampuan ini terwujud dalam memahami konsep
kekekalan, kemampuan untuk mengklasifikasi dan serasi, mampu memandang suatu
objek dari sudut pandang yang berbeda secara objektif, dan mampu berfikir
reversible.
Piaget (Anderson, 1970: 126-127) mengidentifikasi adanya enam jenis
konsep kekekalan yang berkembang selama anak berada pada tahap operasi konkrit,
yaitu :
a)
kekekalan banyak (6-7 tahun)
b)
kekekalan materi (7-8 tahun)
c)
kekekalan panjang (7-8 tahun)
d)
kekekalan luas (8-9 tahun)
e)
kekekalan berat (9-10 tahun)
f)
kekekalan volum (11-12 tahun)
Kemampuan mengurutkan objek (serasi) yang dipahami oleh anak pada tahap
ini berkembang sesuai dengan pemahaman konsep kekekalan. Kemampuan mengurutkan
objek berdasarkan panjang dipahami pada usia sekitar 7 tahun, mengurutkan objek
yang besarnya sama tetapi beratnya berlainan dicapai pada umur sekitar 9 tahun,
dan mengurutkan benda menurut volumnya dicapainya pada sekitar 12 tahun.
4. Tahap Operasi Formal (Formal Operation Stage)
Anak sudah mulai mampu berpikir secara abstrak, dia dapat menyusun
hipotesis dari hal-hal yang abstrak menjadi dunia real, dan tidak terlalu
bergantung pada benda-benda kongkrit.
Piaget menekankan bahwa proses belajar merupakan suatu proses asimilasi
dan akomodasi informasi ke dalam struktur mental. Asimilasi adalah proses
terpadunya informasi dan pengalaman baru ke dalam struktur mental. Akomodasi
adalah hasil perubahan pikiran sebagai suatu akibat adanya informasi dan
pengalaman baru.Mereka secara aktif mencoba menerima ide baru itu dalam
kaitannya dengan pengalaman baru, mereka secara aktif mencoba menerima ide baru
itu dalam kaitannya dengan pengalaman dan ide-ide lama yang sudah ada. Suatu
istilah umum
3.17
untuk
teori belajar Jean Piaget adalah constructivism, karena
keyakinannya bahwa para siswa pasti mengkonstruksi pikiran mereka sendiri dan
bukan menjadi penerima informasi yang bersifat pasif. Sebagai contoh dalam
operasi penjumlahan, anak memahami 5 + 3 = 8 dengan memanipulasi benda-benda
kongkret yang telah dia kenal. Misalnya dia mempunyai 5 buah jeruk, kakanya
memberikan 3 buah jeruk lagi kepada dia. Dia kumpulkan jeruk-jeruk tersebut
kemudian membilang banyaknya buah jeruk yang dia miliki saat ini. Dengan
pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki, dia mampu menyatakan bahwa
sekarang jeruknya ada 8 buah. Sekarang dia dapat memisahkan antara konsep
banyaknya jeruk, yaitu 8 buah, yang terdapat pada suatu kumpulan dengan cara-cara
jeruk tadi ditata atau diatur, yaitu 5 dan 3 buah. Oleh sebab itu, sekarang dia
dapat mengkonstruksikan bahwa 8 sama dengan 5 + 3. Dengan perkataan lain, anak
pada tahap operasi kongkret sebagai dasar untuk berpikir abstrak.
B. TEORI BRUNER
Jerome Bruner dalam teorinya menyatakan bahwa belajar matematika
berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan
struktur-struktur yang terbuat dalam pokok bahasan yang diajarkan.
Dengan mengenal konsep dan struktur yang tercakup dalam bahan yang
sedang dibicarakan, anak akan memahami materi yang harus dikuasainya itu. Ini
menunjukkan bahwa materi yang mempunyai suatu pola atau struktur tertentu akan
lebih dipahami dan diingat anak.
Brunner, melalui teorinya itu, mengungkapkan bahwa dalam proses belajar
anak sebaiknya diberi kesempatan untuk memanipulasi benda-benda (alat peraga).
Melalui alat peraga yang ditelitinya itu, anak akan melihat langsung bagaimana
keteraturan dan pola struktur yang terdapat dalam benda yang sedang
diperhatikannya itu. Keteraturan tersebut kemudian oleh anak dihubungkan dengan
keterangan intuitif yang telah melekat pada dirinya.
Nampaklah, bahwa Bruner sangat menyarankan keaktifan anak dalam proses
belajar secara penuh. Lebih disukai lagi bila proses ini berlangsung di tempat
yang khusus, yang dilengkapi dengan objek-objek untuk dimanipulasi anak,
misalnya laboratorium.
Bruner mengemukakan bahwa dalam proses belajarnya anak melewati 3 tahap,
yaitu :
1.
Tahap enaktif
Pada
tahap belajar ini anak secara langsung terlihat dalam memanipulasi
(mengotak-atik) objek.
2.
Tahap ikonik
Pada
tahap belajar ini kegiatan yang dilakukan anak berhubungan dengan mental, yang
merupakan gambaran dari objek-objek pada tahap sebelumnya. Dengan kata lain
anak dapat membayangkan kembali atau
memberikan
gambaran dalam pikirannya tentang benda atau peristiwa yang dialami yang
dikenalnya pada tahap enaktif.
3.18
3.
Tahap Simbolik
Pada
tahap ini siswa sudah mampu menggunakan notasi atau simbol tanpa ketergantungan
terhadap objek riil.Jadi apabila ia melihat suatu simbol
maka
bayangan mental yang ditandai oleh simbol itu akan dikenalnya kembali.
Bruner mengadakan pengamatan ke sekolah-sekolah. Dari hasil
pengamatannya itu diperoleh beberapa kesimpulan yang melahirkan
dalil-dalil,yaitu dalil penyusunan (construction theorem), dalil notasi
(notationtheorem), dalil kekontrasan dan dalil keanekaragaman (contras
and variation theorem),dan dalil pengaitan (connectivity theorem).
Selanjutnya, Anda dituntut untuk mempelajari masing-masing dalil
tersebut secara terperinci.
1. Dalil Penyusunan (Konstruksi)
Dalil ini menyatakan bahwa jika anak ingin mempunyai kemampuan dalam hal
menguasai konsep, teorema, definisi dan semacamnya, anak harus dilatih untuk
melakukan penyusunan presentasinya.Untuk melekatkan ide atau definisi tertentu
dalam pikiran, anak-anak harus menguasai konsep dengan mencoba dan melakukannya
sendiri. Dengan demikian, jika anak aktif dan terlibat dalam kegiatan
mempelajari konsep yang dilakukan dengan jalan memperlihatkan representasi
konsep tersebut, maka anak akan lebih memahaminya.
Apabila dalam proses perumusan dan penyusunan ide-ide tersebut anak
disertai dengan bantuan benda-benda konkret, maka mereka akan lebih mudah
mengingat ide-ide yang dipelajari itu. Siswa akan lebih mudah menerapkan ide
dalam situasi riil secara tepat. Dalam tahap ini anak memperoleh penguatan yang
diakibatkan interaksinya dengan benda-benda konkret yang dimanipulasinya.Memori
seperti ini bukan sebagai akibat pengatan.Dapat disimpulkan bahwa pada
hakikatnya, dalam tahap awal pemahaman konsep diperlukan aktivitas-aktivitas
konkret yang mengantar anak kepada pengertian konsep.
Anak yang mempelajari konsep perkalian yang didasarkan pada prinsip
penjumlahan berulang, akan lebih memahami konsep tersebut. Jika anak tersebut
mencoba sendiri menggunakan garis bilangan untuk memperlihatkan proses
perkalian tersebut. Sebagai contoh untuk memperlihatkan perkalian, kita ambil 3
x 5, ini berarti pada garis bilangan meloncat 3 kali dengan loncatan sejauh 5
satuan, hasil loncatan tersebut kita periksa, ternyata hasilnya 15. Dengan
mengulangi hasil percobaan seperti ini, anak akan benar-benar memahami dengan pengertian
yang dalam, bahwa perkalian pada dasarnya merupakan penjumlahan berulang
2. Dalil Notasi
Dalil notasi mengungkapkan bahwa pada permulaan penyajian suatu konsep
ditanamkan pada anak , seharusnya menggunakan notasi yang sesuai dengan tingkat
perkembangan anak. Sebagai contoh pada permulaan konsep fungsi diperkenalkan
pada anak SD kelas – kelas akh ir,notasi yang sesuai
3.19
menyatakan
fungsi • = 2D + 3, untuk tingkat yang
lebih tinggi misalanya SLTP notasi yang digunakan y = 2x + 3, baru setelah anak
memasuki SMA atau mahasiswa di perguruan tinggi f (x) dikenalkan. Dari contoh
tersebut nampak notasi yang diberikan tahap demi tahap ini sifatnya berurutan
dari yang paling sederhana sampai yang paling sulit.Penyajian seperti ini dalam
matematika merupakan pendekatan spiral. Dalam pendekatan spiral setiap ide
–
ide matematika disajikan secara sistematis denga n menggunakan notasi – notasi
yang bertingkat. Pada awal notasi ini sederhana,diikuti notasi yang berikutnya
yang lebih kompleks. Notasi yang terakhir, yang mungkin belum dikenal
sebelumnya oleh anak, umumnya merupakan notasi yang akan banyak digunakan dan
diperlukan dalam pembangunan konsep matematika lanjutan.
3. Dalil Pengkontrasan dan Keanekaragaman
Dalil ini menyatakan bahwa dalam mengubah dari representasi kongkrit
menuju representasi yang lebih abstrak suatu konsep dalam matematika, dilakukan
dengan kegiatan pengontrasan dan keanekaragaman. Artinya agar suatu konsep yang
akan dikenalkan pada anak mudah dimengerti bila konsep tersebut disajikan
dengan cara mengkontraskan dengan konsep – konsep lainnya dan konsep tersebut
disajikan secara beraneka ragam contoh. Jadi anak dapat memahami dengan mudah
karakteristik dari konsep yang diberikan tersebut.
Untuk menyampaikan suatu konsep dengan cara mengkontraskan dapat
dilakukan dengan contoh dan bukan contoh. Sebagai contoh untuk menyampaikan
konsep bilangan ganjil pada anak diberikan padanya bermacam – macam bilangan
seperti bilangan ganjil,b ilangan genap, bilangan prima dan bilangan lainnya
selain bilangan ganjil. Kemudian siswa diminta menunjukkun bilangan – bilangan
mana yang termasuk contoh bilangan ganjil dan bilangan – bilangan mana yang termasuk
b ukan bilangan ganjil.Dengan contoh soal yang beraneka ragam kita dapat
menanamkan suatu konsep dengan lebih baik daripada hanya contoh – c ontoh soal
yang sejenis saja.Dengan keanekaragaman contoh yang diberikan siswa dapat
mengenal lebih jelas karakteristik konsep yang diberikan kepadanya.Misalnya
untuk memperjelas bilangan prima anak perlu diberi contoh yang banyak, yang
sifatnya beranekaragam.Perlu diberikan contoh – co ntoh bilangan ganjil yang
termasuk bilangan prima dengan yang bukan bilangan prima. Pada anak harus
diperlihatkan bahwa tidak semua bilangan ganjil termasuk bilangan prima, sebab
bilangan prima tidak habis dibagi oleh bilangan lain selain oleh bilangan itu
sendiri dan satu.
Untuk menjelaskan segitiga siku-siku, perlu diberi contoh yang
gambar-gambarnya tidak selalu tegak dengan sisi miringnya dalam kedudukan
miring,tapi perlu juga diberikan gambar dengan sisi miring dalam keadaan
mendatar atau membujur. Dengan cara ini anak terlatih dalam memeriksa, apakah
segitiga yang diberikan kepadanya tergolong segitiga siku
–
siku atau tidak.Perhatikan gambar 3.6 di
bawah i ni
3.20
4. Dalil Pengaitan
Dalil pengaitan menyatakan bahwa dalam matematika itu setiap konsep
berkaitan dengan konsep lainnya terdapat hubungan yang erat, bukan saja dari
segi isi,namun juga dari segi rumus yang digunakan. Materi yang satu mungkin
merupakan prasyarat bagi yang lainnya, atau suatu konsep tertentu diperlukan
untuk menjelaskan konsep lainnya. Misalnya bila guru akan menyajikan konsep
perkalian, siswa terlebih dahulu memliki konsep penjumlahan.
Guru harus dapat menjelaskan kaitan-kaiatan tersebut kepada anak.Hal ini
penting agar siswa dalam belajar matematika lebih berhasil. Dengan melihat
kaitan – kaitan itu diharapkan siswa tidak beranggapan bahwa cabang
–
cabang dalam matematika itu berdiri sendiri melai nkan saling keterkaitan satu
sama lainnya.
C. TEORI BELAJAR WILLIAM BROWNELL
Teori belajar William Brownell didasarkan pada keyakinan bahwa anak-anak
pasti memahami apa yang sedang mereka pelajari jika belajar secara permanen
atau secara terus-menerus untuk waktu yang lama. Salah satu cara bagi anak-anak
untuk mengembangkan pemahaman tentang matematika adalah dengan menggunakan
benda-benda tertentu ketika mereka mempelajari konsep matematika. Sebagai
contoh, pada saat anak-anak baru pertama kali diperkenalkan dengan konsep
membilang, mereka akan lebih mudah memahami konsep itu jika mereka menggunakan
benda kongkret yang mereka kenal, seperti mangga, kelereng, bola, atau sedotan.
Dengan kata lain, teori belajar William Brownell ini mendukung penggunaan
benda-benda kongkret untuk dimanipulasikan sehingga anak-anak dapat memahami
makna dari konsep dan keterampilan baru yang mereka pelajari. Teori belajar
William Brownell ini dikenal dengan namaMeaning Theory.
D. TEORI GESTALT
Tokoh aliran ini adalah John Dewey. Ia mengemukakan bahwa pelaksanaan
Kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan oleh guru harus memperhatikan
hal-hal berikut ini :
(a)
Penyajian konsep harus lebih mengutamakan pengertian
(b)
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar harus memperhatikan kesiapan
intelektual siwa, dan
(c)
Mengatur suasana kelas agar siswa siap belajar.
3.21
Dari ketiga hal di atas, dalam menyajikan pelajaran guru jangan
memberikan konsep yang harus diterima begitu saja, melainkan harus lebih
mementingkan pemahaman terhadap proses terbentuknya konsep tersebut daripada
hasil akhir. Untuk hal ini guru bertindak sebagai pembimbing dan pendekatan
yang digunakan adalah pendekatan proses melalui metode induktif.
Pendekatan dan metode yang digunakan tersebut haruslah disesuaikan pula
dengan kesiapan intelektual siswa.siswa SMP masih ada pada tahap operasi
konkret, artinya jika ia akan memahami konsep abstrak matematika harus dibantu
dengan menggunakan benda kongkrit. Oleh karena itu dalam pelaksanaan kegiatan
pembelajaran mulailah dengan menyajikan contoh-contoh kongkret yang beraneka ragam,
kemudian mengarah pada konsep abstrak tersebut. Dengan cara seperti ini
diharapkan proses pembelajaran bisa berjalan secara bermakna.
Kita ketahui bahwa faktor eksternal bisa mempengaruhi pelaksanaan dan
hasil belajar siswa.Oleh karena itu, sebelum, selama, dan sesudah mengajar guru
harus pandai-pandai (berusaha) untuk menciptakan kondisi agar siswa siap untuk
belajar dengan perasaan senang, tidak merasa terpaksa.
E. TEORI DIENES
Zoltan P. Dienes adalah seorang matematikawan yang memusatkan perhatiannya
pada cara-cara pengajaran terhadap anak-anak.Dasar teorinya bertumpu pada teori
Piaget, dan pengembangannya diorientasikan pada anak-anak, sehingga sistem yang
dikembangkannya itu menarik bagi anak yang mempelajari matematika.
Dienes berpendapat bahwa pada dasarnya matematika dapat dianggap sebagai
pelajaran tentang struktur, klasifikasi tentang struktur,relasi-relasi dalam
struktur dan mengkategorikan hubungan-hubungan di antara struktur-struktur. Ia
meyakini bahwa setiap konsep atau prinsip dalam matematika akan dapat dipahami
secara penuh konsep tersebut,apabila disajikan dalam bentuk kongkrit dengan
berbagai macam sajian. Ini mengandung arti bahwa benda-benda atau objek-objek
dalam bentuk permainan akan sangat berperan bila dimanipulasi dengan baik dalam
pengajaran matematika.
Dienes membagi 6 tahapan secara berurutan dalam menyajikan konsep
matematika, yaitu sebagai berikut.
1. Tahap Bermain Bebas
Tahap bermain bebas merupakan tahap belajar konsep yang aktivitasnya
tidak diarahkan.Pada kegiatan ini, memungkinkan anak untuk mengadakan percobaan
dan mengotak-atik (memanipulasi) benda-benda kongkrit dari unsur-unsur yang
sedang dipelajarinya.
Pada tahap permainan bebas anak-anak berhadapan dengan unsur-unsur dalam
interaksinya dengan lingkungan belajar atau alam sekitar. Dalam tahap ini juga
anak tidak hanya belajar membentuk struktur mental, namun
3.22
juga
belajar membentuk struktur sikap dan mempersiapkan diri dalam pemahaman konsep.
2. Tahap Permainan
Dalam permainan yang disertai aturan, anak-anak sudah mulai meneliti
pola-pola dan keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu.Keteraturan ini
mungkin terdapat dalam konsep tertentu tetapi tidak terdapat dalam konsep yang
lainnya. Anak yang telah memahami aturan-aturan yang terdapat dalam konsep akan
dapat mulai melakukan permainan tadi. Jelaslah, dengan melalui permainan
anak-anak diajak untuk mulai mengenal dan memikirkan bagaimana struktur
matematika.
Makin banyak bentuk-bentuk yang berlainan yang diberikan dalam
konsep-konsep tertentu, maka akan semakin jelas konsep yang dipahami anak.
Karena anak-anak akan memperoleh hal-hal yang bersifat logis dan matematis
dalam konsep yang dipelajarinya itu.
3. Tahap Penelaahan Kesamaan Sifat
Pada tahap ini, anak-anak mulai diarahkan dalam kegiatan menemukan
sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti.Untuk melatih
anak-anak dalam mencari kesamaan sifat, guru perlu mengarahkan mereka dengan
mentranslasikan kesamaan struktur dari bentuk permainan yang satu ke bentuk
permainan lainnya.Translasi tentu tidak boleh mengubah sifat-sifat abstrak yang
ada dalam permainan semula.
4. Tahap Representasi
Tahap representasi adalah tahap pengambilan kesamaan sifat dari beberapa
situasi yang sejenis.Anak-anak menentukan representasi dari konsep-konsep
tertentu, setelah mereka berhasil menyimpulkan kesamaan sifat yang terdapat
dalam situasi-situasi yang dihadapinya.Representasi yang diperolehnya ini
bersifat abstrak.Dengan demikian anak-anak telah mengarah pada pengertian
struktur matematika yang sifatnya abstrak yang terdapat dalam konsep yang
sedang dipelajari.
5
Tahap Simbolisasi
Tahap simbolisasi termasuk tahap belajar konsep, yang membutuhkan
kemampuan merumuskan representasi dari setiap konsep-konsep dengan menggunakan
simbol-simbol matematika atau melalui perumusan verbal.
6. Tahap Formalisasi
Tahap formalisasi merupakan tahap belajar konsep yang terakhir.Dalam
tahap ini anak-anak dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian
merumuskan sifat-sifat baru dari konsep tersebut.Sebagai contoh, anak-anak yang
telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus
mampu merumuskan teorema, dalam arti membuktikan teorema tersebut.
3.23
F. TEOREMA VAN HIELE
Perlu Anda ketahui bahwa teori belajar yang telah dirumuskan di muka
adalah teori belajar yang dijadikan landasan proses pembelajaran matematika.
Namun pada bagian ini akan dikemukakan ahli pendidikan, khusus dalam bidang
geometri, yaitu teori belajar Van Hiele.
Van Hiele adalah seorang guru matematika bangsa Belanda yang mengadakan
penelitian dalam pengajaran geometri Menurut Van Hiele, ada tiga unsur utama
dalam pengajaran geometri, yaitu waktu, materi pengajaran, dan metode
pengajaran yang diterapkan. Jika ketiga unsur ditata secara terpadu, akan dapat
meningkatkan kemampuan berfikir anak kepada tahapan berfikir yang lebih tinggi
Van Hiele menyatakan bahwa terdapat 5 tahap belajar anak dalam belajar
geometri, yaitu :tahap pengenalan, tahap analisis, tahap pengurutan,tahap
deduksi dan tahap akurasi yang akan diuraikan sebagai berikut.
1. Tahap Pengenalan (Visualisasi)
Pada tahap ini anak mulai belajar mengenal suatu bentuk geometri secara
keseluruhan, namun belum mampu mengetahui adanya sifat-sifat dari bentuk
geometri yang dilihatnya itu. Sebagai contoh, jika pada anak diperlihatkan
sebuah kubus, maka ia belum mengetahui sifat-sifat atau keteraturan yang
dimiliki oleh kubus tersebut. Ia belum tahu bahwa kubus mempunyai sisi-sisi
yang merupakan bujursangkar, anak pun belum mengetahui bahwa bujursangkar (
persegi ) keempat sisinya sama dan ke empat sudutnya siku-siku.
2. Tahap analisis
Pada tahap ini anak sudah mulai mengenal sifat-sifat yang dimiliki bangun
Geometri yang diamatinya.Ia sudah mampu menyebutkan keteraturan yang terdapat
pada bangun Geometri itu. Misalnya pada saat ia mengamati persegi panjang, ia
telah mengetahui bahwa terdapat 2 pasang sisi yang berhadapan, dan kedua pasang
sisi tersebut saling sejajar. Tapi tahap ini anak belum mampu mengetahui
hubungan yang terkait antara suatu benda geometri dengan benda geometri
lainnya. Misalnya anak belum mengetahui bahwa persegi adalah persegipanjang
atau ,persegi itu adalah belah ketupat dan sebagainya.
3. Tahap Pengurutan (Deduksi Informal)
Pada tahap ini anak sudah mulai mampu melaksanakan penarikan kesimpulan
yang kita kenal dengan sebutan berpikir deduktif.Namun kemampuan ini belum
berkembang secara penuh.Satu hal yang perlu diketahui adalah, anak pada tahap
ini sudah mulai mampu mengurutkan. Misalnya ia sudah mengenali bahwa persegi
adalah jajaran genjang, bahwa belah ketupat adalah layang-layang. Demikian pula
dalam pengenalan benda-benda ruang, anak-anak memahami bahwa kubus adalah balok
juga, dengan keistimewaannya, yaitu bahwa semua sisinya berbentuk persegi .
Pola pikir anak pada tahap ini masih belum mampu menerangkan mengapa
3.24
diagonal
suatu persegi panjang itu sama panjangnya. Anak mungkin belum memahami bahwa
belah ketupat dapat dibentuk dari dua segitiga yang kongruen.
4. Tahap Deduksi
Dalam tahap ini anak sudah mampu menarik kesimpulan secara deduktif,
yaitu penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum menuju hal-hal yang
bersifat khusus. Demikian pula ia telah mengerti betapa pentingnya peranan
unsur-unsur yang tidak didefinisikan, di samping unsur-unsur yang
didefinisikan. Misalnya anak sudah mulai memahami dalil.Selain itu, pada tahap
ini anak sudah mulai mampu menggunakan aksioma atau postulat yang digunakan
dalam pembuktian. Tetapi anak belum mengerti mengapa sesuatu itu dijadikan
postulat atau dalil
5. Tahap Akurasi
Dalam tahap ini anak sudah mulai menyadari betapa pentingnya ketepatan
dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Misalnya, ia
mengetahui pentingnya aksioma-aksioma atau postulat-postulat dari geometri
Euclid. Tahap akurasi merupakan tahap berfikir yang tinggi, rumit dan
kompleks.Oleh karena itu tidak mengherankan jika tidak semua anak, meskipun
sudah duduk di bangku sekolah lanjutan atas, masih belum sampai pada tahap
berfikir ini.
LATIHAN
1.
Kemampuan-kemampuan apa saja telah dimiliki anak pada tahap operasi
kongkret.
2.
Jelaskan secara singkat tentang dalil notasi menurut Bruner!
3.
Jelaskan dalam mengajar suatu konsep, guru disarankan untuk menyajikan
dengan bermacam-macam sajian materi kongkrit sebagai gambaran dari konsep
tersebut ?
4.
Bolehkah guru menjelaskan sebuah konsep dengan memberikan latihan tanpa
berusaha menjelaskan makna dari konsep tersebut ?.
5.
Menurut Van Hiele ada tiga unsur utama dalam mengajarkan geometri,
jelaskan ketiga unsur tersebut!
Jawaban Latihan
1.
Dapat mengembangkan konsep-konsep dengan menggunakan benda kongkret
untuk menyelidiki hubungan dan model-model ide abstrak, berpikir logis.
2.
Menurut dalil notasi, pada permulaan suatu konsep ditanamkan pada anak,
notasi yang digunakan harus disesuaikan dengan tingkat perkembangannya.
Misalnya untuk menjelaskan fungsi pada siswa SD kelas akhir atau siswa SMP
kelas permulaan tidak menggunakan notasi y = f(x) tetapi dimulai dengan notasi • = D + 3.
3.25
3.
Dengan menggunakan berbagai sajian tentang suatu konsep matematika,
anak-anak akan dapat memahami secara penuh konsep tersebut. Jika dibandingkan
dengan hanya menggunakan satu macam sajian saja.
4.
Setiap konsep yang disajikan guru harus diberikan dengan pengertian.
Artinya siswa harus melakukan proses beljar bermakna. Semua yang dipelajarinya
itu harus difahaminya terlebih dahulu sebelum sampai kepada hafalan atau
latihan, yang sifatnya mengasah otakdan melatih kerampilan.
RANGKUMAN
Menurut
Piaget ada empat tahap perkembangan kognitif dari setiap individu yang
berkembang secara kronologis (menurut usia kalender) yaitu,
a.
Tahap sensori motor ( 0 – 2 tahun )
b.
Tahap praoperasional ( 2 tahun – 7 tahun )
c.
Operasional konkrit ( 7 tahun – 11 tahun )
d.
Tahap formal rentang usia ( 11 tahun - …. )
Piaget
menekankan bahwa proses belajar merupakan proses asimilasi dan akomodasi
informasi ke dalam struktur mental.
Asimilasi
adalah proses terpadunya informasi dan pengalaman baru ke dalam struktur
mental. Akomodasi adalah hasil perubahan pikiran sebagai suatu akibat adanya
informasi dan pengalaman baru, mereka secara aktif mencoba menerima ide baru
itu ke dalam kaitannya dengan pengalaman dan ide-ide lama yang sudah ada.
Suatu
istilah umum untuk teori belajar Jean Piaget adalah konstruktivisme yaitu para
siswa belajar bukan hanya meniru apa yang diajarkan atau yang ia baca melainkan
menkonstruksi pikirannya sendiri secara aktif, bukan hanya penerima informasi
yang bersifat fasif.
Bruner
terkenal dengan metoda penemuannya, ia membagi tahap-tahap perkembangan
kognitif anak dalam 3 tahap yaitu tahap enaktif, tahap ekonik, dan tahap
simbolik.
Selain
itu Bruner mengemukakan 4 dalil berkaitan dengan pengajaran matematika yaitu :
a.
Dalil penyusunan
b.
Dalil notasi
c.
Dalil pengontrasan
d.
Dalil penyertaan
Teori
belajar Brownell dikenal dengan nama Meaning Theory (belajar bermakna),
Brownell menyatakan bahwa belajar matematika harus merupakan belajar bermakna
artinya setiap konsep yang dipelajari harus benar-benar mengikuti sebelum
sampai pada latihan atau hafalan.
Menurut
Dienes matematika dapat dianggap sebagai strudi tentang struktur memisahkan
hubungan-hubungan di antara struktur dan mengkategorikan hubungan-hubungan
diantara struktur-struktur.
Dienes
membagi tahap-tahap belajar dalam 6 tahap yaitu :
a.
Tahap yang disertai aturan
b.
Tahap kesamaan sifat
3.26
c.
Tahap representasi
d.
Tahap simbolisasi
e.
Tahap formalisasi
Teori belajar yang
dikemukakan oleh Van Hiele khusus dalam bidang geometri.
TES FORMATIF II
Berikan tanda silang
pada jawaban yang menurut Anda paling benar !
1.
Bila kita perlihatkan kepadanya dua deretan kelereng yang banyaknya
sama, tetapi letaknya berlainan. Deretan pertama dibuat agak rapat sedangkan
yang lainnya agak renggang, kemudian kita tanyakan deretan mana yang lebih
banyak. Ia akan menjawab deretan kelereng yang lebih banyak adalah kelereng
yang letaknya agak renggang. Hal tersebut menunjukkan bahwa anak tersebut
berada pada tahap …
A.
Sensori motor
B.
Pra operasional
C.
Operasional kongkrit
D.
Operasi formal
2.
Jean Piaget merupakan tokoh aliran kognitif yang terkenal dengan teori
belajar…
A.
Konstruksivisme
B.
Korelasionisme
C.
Meaning Theory
D.
Metoda penemuan
3.
Tujuan dari kegiatan memasangkan himpunan pada siswa SD kelas satu
adalah untuk mempercepat tumbuh kuatnya…
A.
Pemahaman tentang fungsi
B.
Pemahaman tentang topik
C.
Pemahaman tentang konsep kekekalan bilangan
D.
Pemahaman bilangan kardinal himpunan.
4.
Untuk melihat secara langsung bagaimana pola keteraturan atau struktur
dalam objek yang sedang dipelajari sebaiknya siswa…
A.
Memanipulasi benda-benda konkrit (objek tersebut) secara langsung.
B.
Menghafalkan konsep dan rumus yang harus dipelajari
C.
Menyelesaikan soal-soal latihan sebanyak mungkin
D.
Memahami konsep struktur tersebut.
5.
Dalam tahap Enaktif siswa diarahkan dalam kegiatan …
A.
Memanipulasi secara langsung objek-objeknya.
B.
Memanipulasi memanipulasi secara mental gambaran-gambaran objeknya.
C.
Memanipulasi simbol-simbol atau notasi objeknya
D. Merumuskan notasi atau symbol bagi objek-objeknya.
3.27
6.
Menurut Brownell belajar matematika harus merupkan belajar bermakna, hal
ini berarti …
A.
Materi yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan yang ada pada siswa.
B.
Setiap konsep yang diberikan harus benar-benar dimengerti
C.
Materi yang disajikan harus sesuai dengan tahap perkembangan siswa.
D.
Setiap konsep yang dipelajari harus benar-benar mempunyai arti.
7.
Dalam proses belajar sesuai dengan teori belajar Dienes siswa yang telah
belajar menarik kesimpulan dari keteraturan-keteraturan suatu benda telah
berada pada tahap belajar..
A.
Mencari kesamaan sifat
B.
Representasi
C.
Formalisasi
D.
Simbolisasi
8.
Dalam matematika kita tahu bahwa betapa penting suatu sistem deduktif,
menurut Van Hiele pada tahap mana anak sudah tahu akan pentingnya dari suatu
system deduktif.
A.
Tahap analisis
B.
Tahap pengurutan
C.
Tahap deduksi
D.
Tahap keakuratan
9.
Untuk mendapat hasil yang diinginkan yaitu anak memahami geometri dengan
pengertian. Apa yang harus dilakukan menurut Van Hiele ?
A.
Anak harus banyak berlatih soal-soal
B.
Dalam belajar geometri digunakan permainan menggunakan benda-benda
konkret.
C.
Kegiatan belajar anak harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan
anak.
D.
Anak dituntut untuk belajar penemuan.
10.
Apa yang dimaksud dengan tahap operasi konkret menurut Piaget ?
A.
Tindakan atau perbuatan mental mengenai kenyataan dalam kehidupan nyata.
B.
Beroperasi dengan benda-benda nyata
C.
Anak selalu mengaitkan simbol benda
D.
Anak beranggapan benda-benda tiruan itu memiliki sifat-sifat benda yang
sebenar
KUNCI JAWABAN FORMATIF I
:
1.
A Responnya terhadap stimulus tertentu segera diikuti dengan rasa senang
atau kepuasan intelektual.
2.
B Belajar merupakan pembentukan antara stimulus dan respon dan menurut
Thorndike disebut koneksionisme.
3.
A Siswa dapat belajar dengan baik apabila siswa tersebut dibiasakan
untuk belajar.
4.
C Menurut Baruda seorang siswa belajar karena melihat orang lain belajar
(meniru).
3.28
5.
D Penguatan belajar.
6.
A Seiring dengan peningkatan perilaku siswa dalam melakukan pengulangan
perilaku.
7.
A Pembelajaran yang dilakukan harus menghubungkan antara materi yang
akan dipelajari dengan pengalaman yang dimilikinya.
8.
B Pada belajar menerima anak tidak diberikan bentuk akhir dari apa yang
diajarkan guru.
9.
D Gagne mengelompokkan belajar
menjadi delapan tipe.
10.
C tingkat belajar yang paling
rendah adalah belajar isyarat.
KUNCI JAWABAN TEST
FORMATIF II :
1.
B Pra operasional pada tahap ini pemikiran anak lebih banyak kepada
pemahaman kongkrit dari pada pemahaman logisnya sehingga jika ia melihat
objek-objek berbeda maka ia akan mengatakan berbeda pula.
2.
A Konstrktivisme
3.
C Pemahaman tentang konsep
kekekalan bilangan
4.
A Manipulasi benda-benda
kongkrit (objek tersebut) secara langsung
5.
A Memanipulasi secara langsung
objek-objeknya
6.
D Setiap konsep yang dipelajari
harus benar-benar mempunyai arti
7.
B Representasi
8.
D Tahap keakuratan
9.
C Kegiatan belajar anak harus disesuaikan dengan tingkat perkembangannya
10.
D Anak beranggapan benda-benda tiruan memiliki sifat benda yang
sebenarnya
DAFTAR
PUSTAKA
Budingsih Asri C,
(2005). Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta, Yogyakarta.
Dahar, Ratna Willis,
(1989). Teori-teori Belajar, Erlangga, Jakarta.
Ruseffendi E. T. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru
MengembangkanKompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA,
Tarsito, Bandung.
Suparno, Paul. (1997). Filsafat Konstruksivisme dalam Pendidikan,
Kanisius, Yogyakarta.
Tim MKBM, Jurusan
Matematika (2001). Strategi Pembelajaran Kontemporer,
Jica
UPI.
GLOSARIUM
1.
Akomodasi : hasilperubahan pikiran sebagai akibat adanya informasi dan
|
|
pengalaman
baru
|
2.
|
Asimilasi
|
: proses terpadunya
informasi dan pengalaman baru ke dalam
|
|
|
struktur
mental
|
3.
|
Koneksionisme :
belajar merupakan proses
pembentukan hubungan antara
|
|
|
|
stimulus
dan respon
|
4.
|
Konstruksivisme :Suatu
paham yang beranggapan bahwa pengetahuan itu di
|
|
|
|
serap oleh siswa tidak
secara pasif dari lingkungan, melainkan
|
|
|
ilmu pengetahuan itu
dibangun oleh siswa melalui tiga aktivitas
|
|
|
dasar
yaitu keterlibatan siswa secara aktif, reflektif, dan abstrak.
|
5.
|
Law of Eksercise
(Hukum latihan) : Hukum ini menerangkan bahwa stimulus
|
|
|
|
dan respon akan
memiliki hubungan satu sama lain secara kuat
|
|
|
jika
proses pengulangan sering terjadi.
|
6.
|
Law of Readness (Hukum
kesiapan) : Hukum ini menerangkan bagaimana
|
|
|
|
kesiapan
seorang siswa dalam melakukan suatu kegiatan
|
7.
|
Law of
Effect (Hukum akibat)
: menyatakan bahwa
suatu tindakan akan
|
|
|
|
menimbulkan
pengaruh bagi tindakan yang serupa.
|
8.
|
Reinforcement
: Memberikan penguatan
|
|
9.
|
Respon
|
:
Jawaban, Tan ggapan
|
10. Stimulus
|
:
Rangsangan
|
3.31
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.