BAB I
PENDAHULUAN
Di kalangan akademisi, gerakan lingkungan mulai marak pada
tahun 1970-an, dengan terbitnya makalah berjudul The Historical Roots of Our
Ecological Crisis (Lynn White, 1967) dan The Tragedy of The Commons (Garet
Hardins, 1968). Kemudian tanggal 5 Juni ditetapkan sebagai Hari Lingkungan
Sedunia oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan resolusinya nomor
2994 pada tanggal 15 Desember 1972. Tujuannya untuk memperdalam kesadaran
publik memelihara dan meningkatkan lingkungan dalam rangka keselamatan dan
kesejahteraan hidup dimuka bumi. Tanggal tersebut dipilih karena bertepatan
dengan pembukaan Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Lingkungan Hidup
di Stockholm pada tahun 1972, yang selanjutnya mendorong terbentuknya Program
Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau dikenal sebagai United Nations
Environment Programme (UNEP). Kerusakan lingkungan yang mengglobal antara lain
disebabkan karena pemanasan global (gas-gas yang menyerap dan menahan panas
dari matahari sehingga mencegah kembali
keruang angkasa), penyusutan ozon, hujan asam (berkaitan dengan pembakaran
bahan bakar fosil yang akan bercampur dengan uap air di awan), sampah padat,
dan penyusutan cadangan mineral.
Di Indonesia sendiri sebenarnya etika lingkungan bukanlah
merupakan hal yang baru, etika lingkungan sebenarnya telah ada sejak dahulu
kala, karena leluhur kita sebenarnya telah menyebarkan hal ini melalui tembang,
legenda ataupun mitos. Contoh suku yang masih mempertahankan kearifan
tradisional ini adalah masyarakat Dayak, Asmat, Badui, Nias, Kampung Naga
ataupun Tengger. Seharusnya etika lingkungan yang penuh warna kearifan dan
kebenaran tradisional ini dapat dikembangkan untuk penyelamatan lingkungan yang
lebih luas di negara kita.
Bisnis yang etis adalah bisnis yang dapat memberi manfaat
maksimal pada lingkungan, bukan sebaliknya, menggerogoti keserasian lingkungan.
Kerusakan lingkungan pada dasarnya berasal dari dua sumber yaitu polusi dan
penyusutan sumber daya. Dalam kasus PT Lapindo Brantas misalnya, bencana
memaksa penduduk harus ke rumah sakit, bahkan sudah menelan korban jiwa dengan
meledaknya pipa gas Pertamina akibat pergerakan tanah. Perusahaan pun terkesan
lebih mengutamakan penyelamatan aset-asetnya daripada mengatasi soal lingkungan
dan sosial yang ditimbulkan, walaupun korban jiwa sudah terjadi. Atau kasus
pembukaan lahan gambut dan rawa untuk pembangunan Pantai Indah Kapuk yang
mengakibatkan banjir bagi wilayah Jakarta. Ataupun krisis air yang
berkepanjangan yang menimpa hampir seluruh wilayah di Indonesia. Juga
mencemaskan adalah penyedotan air tanah melebihi kemampuan alam untuk
mengisinya kembali sehingga volume air dalam tanah kian berkurang.
1
Di Indonesia saja, luas areal hutan sudah amat menciut.
Dikhawatir-kan beberapa tahun ke depan lagi hutan di Pulau Sumatera akan gundul,
dan sepuluh tahun lagi nasib sama berlaku untuk Pulau Kalimantan. Kondisi
sungai-sungai terutama di Pulau Jawa sudah sangat tercemar. Lautan di Indonesia
bagian barat sudah terkuras ikannya melebihi kemampuan perkembangbiakannya,
sehingga jumlah stok ikan di laut menciut.
Kerusakan lingkungan Indonesia berdampak global. Tahun 2006
kebakaran hutan Indonesia dan pembakaran tanah menjadi masalah yang tidak
terselesaikan, sehingga kebakaran hutan ini seakan tak terkendali lagi, dan
berlaku setiap tahun hingga kini. Semakin menciutnya hutan, tentu tidak bisa
menghasilkan bahan bagi industri kayu. Ikan yang terkuras habis tentu akan
membangkrutkan perusahaan perikanan. Demikian juga dengan kondisi sungai yang
tercemar mematikan tanaman beririgasi. Pantai laut yang tercemar mematikan
industri pariwisata. Singkatnya, lingkungan yang rusak akan menyebabkan
mandegnya pembangunan ekonomi.
Kurangnya kesadaran masyarakat dalam menata kelestarian
lingkungan dituduh sebagai penyebab terjadinya krisis yang berkepanjangan.
Krisis lingkungan yang terjadi akhir-akhir ini berakar dari kesalahan perilaku
manusia yang berasal dari cara pandang dan perilaku manusia terhadap alam.
Masalah lingkungan semakin terasa jauh terpinggirkan, bahkan sering hanya
merupakan embel-embel atau tempelan belaka dalam program-program pembangunan,
kesadaran masyarakat terhadap masalah lingkungan menurun. Padahal, berbagai
bencana akibat pengelolaan lingkungan yang tidak benar telah berulang kali
terjadi dan merupakan bagian dari kehidupan sehari hari masyarakat. Menciptakan
kesadaran masyarakat yang berwawasan lingkungan merupakan fondasi untuk menjaga
agar lingkungan terhindar dari berbagai macam pengrusakan dan pencemaran.
Karena pada dasarnya kerusakan lingkungan tersebut dikarenakan oleh tangan-tangan
manusia itu sendiri.
Etika lingkungan disini tidak hanya membicarakan mengenai
perilaku manusia terhadap alam, namun berbicara mengenai relasi diantara semua
kehidupan alam semesta, antara manusia dengan manusia yang mempunyai dampak
terhadap alam, dan antara manusia dengan makhluk lain atau dengan alam secara
keseluruhan, termasuk dengan kebijakan politik dan ekonomi yang berhubungan
atau berdampak langsung atau tidak dengan alam. Etika lingkungan dapat
diartikan sebagai dasar moralitas yang mem-berikan pedoman bagi individu atau
masyarakat dalam berperilaku atau memilih tindakan yang baik dalam menghadapi
dan menyikapi segala sesuatu sekaitan dengan lingkungan sebagai kesatuan
pendukung kelang-sungan perikehidupan dan kesejahteraan umat manusia serta
makhluk hidup lainnya.
Etika lingkungan yang baik dapat menjadikan perilaku kita
semakin arif dan bijaksana terhadap lingkungan, sebaliknya etika yang salah
akan menciptakan malapetaka bagi kehidupan manusia, karena merusak Etika
lingkungan hidup adalah pertimbangan filosofis dan biologis mengenai hubungan
manusia dengan tempat tinggalnya serta dengan semua makhluk nonmanusia.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. UNSUR ETIKA
LINGKUNGAN HIDUP
Setiap cabang etika, memiliki unsure etika lingkungan hidup
sebagai peengembangannya.
Etika kehidupan ekonomi pun tidak hanya berpikir secara
sosiologis-ekonomis, melainkan juga secara ekologis. Setidaknya ada dua unsur
utama dalam mengusahakan etika lingkungan hidup yang ditawarkan oleh Velasques
(2005) yaitu etika ekologi dan etika konservasi sumber daya yang bisa habis.
1.Etika ekologi menyadarkan bahwa manusia bukanlah penguasa
alam. Dalam hal ini perlu diubah sikap manusia yang antroposentrik, yaitu
meng-anggap bahwa hanya dirinya yang pantas menerima pertimbangan moral.
Akibatnya, semuanya yang di luar manusia tidak berharga dan pantas
dieksploitasi tanpa kira-kira. Manusia harus menyadari adanya nilai intrinsik
dalam tiap unsur nonmanusia. Bagian-bagian lingkungan yang bukan manusia itu
perlu dijaga, tidak masalah apakah hal tersebut menguntungkan manusia atau
tidak.
2.Etika konservasi sumberdaya yang bisa habis mengacu pada
penghematan sumberdaya alam untuk digunakan di masa mendatang, disini
mempertimbangkan kepentingan generasi yang akan datang. Setidaknya ada dua
macam kepedulian lingkungan, yaitu kepedulian lingkungan yang dangkal (shallow
ecology) dan kepedulian lingkungan yang dalam (deep ecology).
Kepedulian lingkungan yang dangkal menunjukkan perhatian
kepada kepentingan-kepentingan yang sering diabaikan dalam ekonomi tradisional,
pandangan ini menganggap alam bernilai hanya sejauh ia bermanfaat bagi
kepentingan manusia, dan bukan karena alam bernilai pada dirinya sendiri. Pada
kepedulian lingkungan yang dalam sudah mempertimbangkan kepentingan
generasi-generasi yang akan datang.
3
B. MASALAH YANG
BERKAITAN DENGAN LINGKUNGAN HIDUP
Pencemaran dan
kemerosotan mutu lingkungan hidup
manusia karena ulah manusia itu sendiri yang merusak habitatnya sendiri.
Pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi demi kesejahteraan umat manusia
terkadang tanpa disertai dengan wawasan lingkungan yang benar dan kesadaran
yang cukup dalam memanfaatkan sumberdaya alam, hal tersebut tentu akan
menyebabkan kemerosotan mutu lingkungan.
Dalam proses produksi misalnya diperlukan proses produksi
yang efisien dan ramah lingkungan. Perusahaan hendaknya memperhatikan limbah
yang dihasilkan. Jadi pada dasamya manusia itu harus memiliki komitmen moral
untuk menciptakan solidaritas kemanusiaan agar lebih peduli terhadap penciptaan
keharmonisan hidup sesama manusia dengan lingkungannya secara serasi dan
seimbang.
Setidaknya agenda enam masalah yang timbul berkaitan dengan
lingkungan, yaitu:
(1) Limbah Beracun
Seringkali perusahaan membuang limbahnya ke sungai di
sekitarnya, tanpa terlebih dahulu mengolahnya menjadi tak beracun. Akibatnya
air sungai menjadi tercemar sehingga tidak layak dipakai, ikan-ikan menjadi
mati, bahkan limbah tersebut merembes ke air tanah mengakibatkan air tanah
tidak layak untuk dikonsumsi, dan tentu hal ini dapat membahayakan kesehatan
masyarakat.
(2) Efek Rumah Kaca
Naiknya suhu permukaan bumi disebabkan karena panas yang
diterima bumi terhalang oleh partikel-partikel gas yang dilemparkan dalam
atmosfer karena ulah manusia, sehingga tidak bisa keluar. Penyebabnya
diantaranya adalah karena pembakaran produk-produk minyak bumi dan batu bara.
Hal ini akan berdampak negatif yaitu memperluas padang pasir, melelehkan
lapisan es di kutub serta meningkatkan permukaan air laut.
(3) Perusakan Lapisan Ozon
Lapisan ozon berfungsi untuk menyaring sinar ultraviolet.
Namun sekarang lapisan ozon semakin rusak, hal ini dapat terjadi karena
pelepasan gas klorofluorokarbon (CFC) ke udara, pengaruh terbesar disebabkan
karena penyemprotan aerosol, lemari es, dan AC.
(4) Hujan Asam
Asam dari emisi industri bergabung dengan air hujan, yang
nantinya akan masuk ke dalam tanah, danau ataupun sungai. Tentunya hal ini
dapat mengakibatkan kerusakan hutan, merusak gedung, dan bahkan bisa menghancur-kan
logam-logam beracun karena derajat keasamannya.
(5) Penebangan Hutan
Penebangan hutan secara liar tanpa menghijaukannya kembali
tentu berakibat sangat buruk.
4
Hal ini sudah dibuktikan dengan bencana yang terjadi
akhir-akhir ini, dimana longsor dan banjir bandang telah menelan korban jiwa
yang tidak sedikit jumlahnya.
(6) Pencemaran Udara
Polusi udara bukanlah barang baru, udara telah bersama kita
semenjak terjadinya Revolusi industri dunia, saat cerobong-cerobong asap pabrik
mulai berdiri. Terutama dikeluarkan dari pembuangan kendaraan bermotor dan
proses industri. Ditambah lagi dengan kebakaran hutan yang asapnya sangat
mempengaruhi kesehatan dan juga mengganggu jarak pandang kita.
Bahaya Polusi Kendaraan Bermotor, Misal selepas hujan
diselimuti kabut. Terutama di sore hari. Terlihat dingin dan adem. Tapi jangan
salah sangka. Itu bukan kabut alamiah. Kabut "buatan" yang berasal
dari sisa pembakaran kendaraan bermotor anda. Data Kompas menunjukkan sebesar
2-3 juta mobil berada di Kota Jakarta pada jam-jam kantor, dan sebesar 3-4 juta
untuk motor. Jika separuh saja dari jumlah kendaraan bermotor tersebut menderu
pada saat yang sama, berapa juta karbon monoksida (CO), nitrooksida (NOx), dan
hidrokabon (HC) yang melayang-layang mencari mangsa di udara kota?
NOx dan HC sama beracunnya. Keduanya merusak paru-paru
sedikit demi sedikit. Kita tentu tidak inginkan paru-paru bocor setelah sekian
lama beraktivitas di jalan raya. Gejala kabut di sore hari dan selepas hujan
adalah fenomena kimiawi beracun di angkasa kota Anda. Penyebabnya adalah dua
jenis gar beracun ini. Jika volume gas NOx dan HC sudah demikian berat
menggelayut di angkasa, maka hujan asam akan terjadi pula di atas atmosfir.
C. TEORI ETIKA LINGKUNGAN
Terdapat 3 (tiga) pandangan teori mengenai etika lingkungan,
sebagaimana diuraikan sebagai berikut:
1. Teori Antroposentrisme
Teori ini memandang manusia sebagai pusat dari system alam
semesta. Manusia dan kepentingannya dianggap yang paling menentukan dalam tatanan
ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil dalam kaitannya dengan alam, baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Segala sesuatu yang lain di alam semesta ini hanya akan
mendapat perhatian dan nilai sejauh menunjang kepentingan manusia. Bagi teori
ini etika hanya berlaku bagi manusia, segala tuntutan terhadap kewajiban dan
tanggungjawab moral manusia terhadap lingkungan hidup dianggap sesuatu yang
berlebihan, kalaupun ada itu semata-mata demi memenuhi kepentingan sesama
manusia.
5
Teori semacam ini dinilai bersifat instrumentalistik (karena
menganggap pola hubungan manusia dan alam dilihat hanya dalam relasi
instrumental, kalaupun peduli demi memenuhi kebutuhan manusia) dan egoistis
(karena hanya mengutamakan kepentingan manusia).
2.Teori
Biosentrisme
Teori ini menganggap alam mempunyai nilai pada dirinya
sendiri lepas dari kepentingan manusia. Ciri etika ini adalah biocentric,
karena menganggap setiap kehidupan dan makhluk hidup mempunyai nilai dan
berharga pada dirinya sendiri.
Alam perlu
diperlakukan secara moral terlepas dari apakah ia berguna atau tidak bagi
manusia. Sehingga etika tidak lagi dipahami secara terbatas pada komunitas
manusia, namun berlaku juga bagi seluruh komunitas biotis, termasuk komunitas
makhluk hidup lain.
3.Teori Ekosentrisme
Etika ini memusatkan pada seluruh komunitas ekologis baik
yang hidup maupun tidak, karena secara ekologis makhluk hidup dan benda-benda
abiotis lainnya saling terkait satu sama lain. Salah satu versi yang terkenal
dari teori ini adalah Deep Ecology.
Teori ini memusatkan perhatian pada kepada semua spesies,
termasuk spesies bukan manusia, dan menekankan perhatiannya pada jangka
panjang, dan tak kalah pentingnya merupakan gerakan diantara orang-orang yang
mempunyai sikap dan keyakinan yang sama, mendukung suatu gaya hidup yang
selaras dengan alam, dan sama-sama memperjuangkan isu lingkungan dan politik.
C. PRINSIP ETIKA
LINGKUNGAN HIDUP
Prinsip ini menjadi pegangan dan tuntutan bagi perilaku kita
dalam berhadapan dengan alam, baik perilaku terhadap alam secara langsung
maupun perilaku terhadap sesama manusia yang berakibat tertentu terhadap alam
(Keraf, 2002):
(1) Sikap Hormat
terhadap Alam (Respect for Nature)
Pada dasarnya semua teori etika lingkungan mengakui bahwa
alam semesta perlu untuk dihormati. Secara khusus sebagai pelaku moral, manusia
mem-punyai kewajiban moral untuk menghormati kehidupan, baik pada manusia
maupun makhluk lain dalam komunitas ekologis seluruhnya. Hormat terhadap alam
merupakan suatu prinsip dasar bagi manusia sebagai bagian dari alam semesta
seluruhnya.
6
(2) Prinsip Tanggung
Jawab (Moral Responsibility for Nature)
Setiap bagian dan benda di alam semesta ini diciptakan oleh
Tuhan dengan tujuannya masing-masing, terlepas dari apakah tujuan itu untuk
kepentingan manusia atau tidak. Oleh karena itu, manusia sebagai bagian dari
alam semesta bertanggungjawab pula untuk menjaganya.
Tanggung jawab ini bukan saja bersifat individual tetapi
juga kolektif. Kelestarian dan kerusakan alam merupakan tanggungjawab bersama
seluruh umat manusia. Semua orang harus bisa bekerjasama bahu membahu untuk
menjaga dan meles-tarikan alam dan mencegah serta memulihkan kerusakan alam,
serta saling mengingatkan, melarang dan menghukum siapa saja yang merusak alam.
(3) Solidaritas
Kosmis (Cosmic Solidarity)
Dalam diri manusia timbul perasaan solider, senasib
sepenanggungan dengan alam dan sesama makhluk hidup lain. Prinsip ini bisa
mendorong manusia untuk menyelamatkan lingkungan dan semua kehidupan di alam
ini. Prinsip ini berfungsi sebagai pengendali moral untuk mengharmonisasikan
manusia dengan ekosistemnya dan untuk mengontrol perilaku manusia dalam
batas-bats keseimbangan kosmis. Solidaritas ini juga mendorong manusia untuk
mengutuk dan menentang setiap tindakan yang menyakitkan binatang tertentu atau
bahakn memusnakan spesies tertentu.
(4) Prinsip Kasih
Sayang dan Kepedulian (Caring for Nature)
Prinsip ini tidak didasarkan pada pertimbangan kepentingan
pribadi, tetapi semata-mata demi kepentingan alam. Dengan semakin peduli
terhadap alam, maka manusia menjadi semakin matang dengan identitas yang kuat.
(5) Prinsip ”No
Harm”
Terdapat kewajiban, sikap solider dan kepedulian, paling
tidak dengan tidak melakukan tindakan yang merugikan atau mengancam eksistensi
makhluk hidup lain di alam semesta ini (no harm). Jadi kewajiban dan tanggung
jawab moral dapat dinyatakan dengan merawat, melindungi, menjaga dan
melestarikan alam, dan tidak melakukan tindakan seperti membakar hutan dan
membuang limbah sembarangan.
(6) Prinsip Hidup
Sederhana dan Selaras dengan Alam
Prinsip ini menekankan pada nilai, kualitas, cara hidup yang
baik, bukan menekankan pada sikap rakus dan tamak. Ada batas untuk hidup secara
layak sebagai manusia, yang selaras dengan alam.
7
(7) Prinsip Keadilan
Prinsip ini menekankan bahwa terdapat akses yang sama bagi
semua kelompok dan anggota masyarakat untuk ikut dalam menentukan kebijakan
pengelplaan dan pelestarian serta pemanfaatan sumber daya alam.
Dalam prinsip ini kita perlu memerhatikan kepentingan
masyarakat adat secara lebih khusus, karena dalam segi pemanfaatan sumber daya
alam dibandingkan dengan masyarakat modern akan kalah dari segi permodalan,
teknologi, informasi dan sebagainya, sehingga kepentingan masyarakat sangat
rentan dan terancam.
(8) Prinsip Demokrasi
Prinsip ini terkait erat dengan hakikat alam, yaitu
keanekaragaman dan pluralitas. Demokrasi memberi tempat seluas-luasnya bagi
perbedaan, keanekaragaman dan pluraritas.
Prinsip ini sangat relevan dengan pengam-bilan kebijakan di
bidang lingkungan, dan memberikan garansi bagi kebijakan yang pro lingkungan
hidup.
Dalam prinsip ini tercakup beberapa prinsip moral lainnya,
yaitu,
a. Demokrasi
menjamin adanya keanekaragaman dan pluralitas yang memungkinkan nilai
lingkungan hidup mendapat tempat untuk diperjuangkan sebagai agenda politik dan
ekonomi yang sama pentingnya dengan agenda lain.
b. Demokrasi
menjamin kebebasan dalam mengeluarkan pendapat dan memperjuangkan nilai yang
dianut oleh setiap orang dan kelompok masyarakat dalam bingkai kepentingan
bersama.
c.
Demokrasi menjamin setiap
orang dan kelompok masyarakat
ikut berpartisipasi dalam menentukan kebijakan publik dan memperoleh
manfaatnya.
d. Demokrasi
menjamin sifat transparansi.
e. Adanya akuntabilitas
publik.
(9) Prinsip
Integritas Moral
Prinsip ini terutama untuk pejabat publik, agar mempunyai
sikap dan perilaku moral yang terhormat serta memegang teguh prinsip-prinsip
moral yang mengamankan kepentingan publik, untuk menjamin kepentingan di bidang
lingkungan.
Sedangkan para penganut deep ecology menganut delapan
prinsip, diantaranya yaitu:
1. Kesejahteraan
dan keadaan baik dari kehidupan manusiawi ataupun bukan di bumi mempunyai nilai
intrinsik.
8
2. Kekayaan dan
keanekaragaman bentuk-bentuk hidup menyumbangkan kepada terwujudnya nilai-nilai
ini dan merupakan nilai-nilai sendiri.
3. Manusia tidak
berhak mengurangi kekayaan dan keanekaragaman ini, kecuali untuk memenuhi
kebutuhan vitalnya.
4. Keadaan baik
dari kehidupan dan kebudayaan manusia dapat dicocok-kan dengan dikuranginya
secara substansial jumlah penduduk.
5. Campur tangan
manusia dengan dunia bukan manusia kini terlalu besar
6. Kebijakan umum
harus dirubah, yang menyangkut struktur-struktur dasar di bidang ekonomis,
teknologis, dan ideologis.
7. Perubahan ideologis
terutama menghargai kualitas
kehidupan dan bukan berpegang
pada standar hidup yang semakin tinggi.
8. Mereka yang
ifltjiyetujui buur-butir sebelumnya berkewajiban secara langsung dan tidak
iangsung untuk berusaha mengadakan perubahan-perubahan yang perlu.
Prinsip-prinsip etika lingkungan perlu diupayakan dan
diimplemen-tasikan dalam kehidupan manusia karena krisis, persoalan ekologi dan
bencana aiam yang terjadi pada dasamya diakibatkan oleh pemahaman yang
salah. Yaitu bahwa
alam adalah obyek
yang boleh diberlakukan
dan dieksploitasi sekehendak kita.
Pola pembangunan yang berlangsung saat ini perlu diubah dan
diimplementasikan secara jelas. Aspek pembangunan tidak semata-mata hanya
pemenuhan kebutuhan aspek ekonomi namun juga perlu memberikan bobot yang setara
pada aspek-aspek sosial, budaya dan lingkungan. Kerusakan yang terjadi pada
masa sekarang, tidak hanya dirasakan oleh kita sekarang ini, namun juga akan dirasakan
pula oleh generasi yang akan datang. Pembangunan yang dilakukan harus merupakan
pembangunan membumi yang selalu selaras dengan keseimbangan alam. Pembangunan
membumi dapat dikatakan identik dengan pembangunan yang berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan.
9
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Berdasarkan uraian bahasan “ Etika dan Lingkunngan “ dapat
disimpulkan bahwa :
1. Unsur etika
lingkungan hidup yang ditawarkan oleh velasques yaitu etika ekologi dan etika
konservasi sumberdaya.
2. Masalah
masalah yang ditimbulkan oleh lingkungan adalah limbah beracun, efek rumah
kaca, perusakan lapisan ozon, hujan asam, penebangan hutan, pencemaran udara.
3. Ada 3 teori
lingkungan hidup yaitu teori antroposentrisme, teori biosentrisme, teori
ekosentrisme.
B. SARAN
Bertolak dari pembahasan Etika dan Liongkungan penyusun
memberikan saran sebagai berikut :
1. Dalam
berbisnis hendaknya memperhatika lingkungan sekitar.
2. Pemanfaatan
sumberdaya sumber daya alam harus dimanfaatkan secara bijak dan penuh tanggung
jawab sehingga tidak merusak kingkungan sekitar.